Manusia, memang sulit menyadari akan kebaikan Allah
yang ada pada keinginan yang tidak berhasil mereka wujudkan dan tidak
tercapainya berbagai keinginana itu justru boleh jadi akan membuktikan
nilai-nilai iman mereka yang sebenarnya. Karena boleh jadi seorang pria merasa sedih
tertinggal kereta api yang akan mengatarnya ke sebuah tujuan di negara lain. Lalu
ia menganggapnya sebagai takdir yang buruk. Namun ketika ia mendengar kabar
bahwa kereta tersebut mengalmi kecelakaan
,
dan banyak korbannya yang berjatuhan, ia
merasa lega, dan menganggapnya sebagai takdir baik yan g menelongnya, hingga
membuatnya terhindar dari kereta api maut tersebut.
Hal ini banyakterjadi setiap hari. Kita semua selalu
menemukan secara kebetulan berbagai keadaan sepeti itu. Namun kita sering lupa
dan kembali bersedih dan berdukiaterhadap sesuatu yang gagal kita dapatkan,
terutama yang terkait masalah rezeki. Jika manusia yakin bagwarezeki itu sudahy
ada bagiannya masing-masing, niscahya dia akan merasa lega dan nyaman. Dia akan
mengetahui dalam keterbatasannya banyak sekali anugerah Allah Swt, dan tak
seorangpun yang keluar dari naungan pertolongan Allah Swt. bukankah Allah Swt
berfirman,
“Dan tidak ada
suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya...”
(QS. Hud:6)
“Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka”(QS. Az Zukhruf:32)
Manusia tidak
akan mampu meraih sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Namun meski begitu,
jiwa manusia tetap saja sangat berambisi dan sangat merindukan kenikmatan
dunia.
Di dunia kita; kehidupan modern ini, banyak terjadi
krisis, dan terjadi berbagai benturan materialistis, hingga fenomena positif
manusia yang tercitra. Hingga meskipun merasa berputar-putar di alam
kesengsaraan. Ketika kita berada pada puncak benturan, kita merasa bawaha
kebahagiaan adalah masalah kesempatan (peluang), atau kebahagiaan itu hanya
seperti percikan apai yang berkilau, yang kemudian padam dan musnah. Kebagaiaan
pada kebanyakan orang ditentukan oleh potensi-potensi materi dan
tingkat-tingkat kemakmuran. Dari situ, membesarlah nilai-nilai materi, dan
materi menjadi kesenjangan sosial dia antara manusia di ssepanjang siang, yang
membeuat tubuh mereka terkapar pingsan dimalam hari. Kehidupan seperti ini
banyak membunuh nilai-nilai kemanusiaan, akhlak, dan tradisi.
Di dalam kehidupan kita sehari-hari selaludipenuhi
oleh kerusakan, yang menunjukkan benturan-benturan yang kita alami,
seperti:sogok, perampasan, penumbunan barang, pencurian dan, keruwetan di
sekitar jabatan-jabatan pementah dan kekuasaan, serta berbagai fenomna aneh yang
tak terbatas, seperti; perselingkuhan suami isteri, pembunuhan antara suami
isteri, dll.
Mereka adalah ‘pelaku’ sekaligus ‘korban’ emosi yang
tak terkontrol. Tidak ada seorangpun yang mengharapkan kesengsaraan. Mereka selalu
berusaha mencari kebahagiaan;ada yang mencarinya pada harta semata, ada juga
memburunya pada jabatran dan kekuasaan, ada juga yang menganggap kebagiaan itu
adalah kelezatan-kelezatan fisik. Namun akhirnya mereka hanya mendapat kesengsaraan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar